Abstrak
ABSTRAK
EUIS AMALIA 2012, Surat-Menyurat sebagai Sarana Membangun
Penokohan dan Pengaluran dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck karya Hamka. (Kajian Struktur dan Semiotik). Tessis
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka
Jakarta, Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia. Kata
kunci: Roman, Struktur, Surat-Menyurat, Simbol, Penokohan, dan
Pengaluran. Yang menjadi objek penelitian adalah Roman Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck karya Hamka yang diterbitkan tahun 2008.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur roman,
mengumpulkan data dan fakta mengenai simbol-simbol yang digunakan
Hamka dalam surat-menyurat roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, dalam membangun penokohan dan pengaluran. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di Madrasah Aliyah.
Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan Agustus 2012
sampai dengan September 2012. Penelitian ini merupakan jenis
penelitian kualitatif dengan Pendekatan struktur dan pendekatan
semiotik. Fokusnya adalah struktur roman dan symbol-simbol suratmenyurat sebagai sarana membangun penokohan dan pengaluran.
Adapun instrumennya adalah penulis sendiri selaku peneliti dibantu
dengan menggunakan tabel analisis data.
Penelitian ini, menyimpulkan bahwa dari segi struktur roman
(tema, alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat), ditemukan tema ?tentang kasih tak sampai, yang sangat kental dengan budaya Minang yang sangat patuh akan peraturan adat?. Alur/plot roman TKVDW , ?maju mundur?. Latar roman TKVDW, ?daerah Minangkabau dan Makasar?. Sudut pandang roman TKVDW, ?orang ketiga tunggal? sedangkan Karakter/tokoh roman TKVDW, ?sopan santun? ( Karakter utama), ? kasar dan sering menyakiti istri? (Karakter pendukung), ?bijak? (karakter pelengkap). Gaya bahasa roman TKVDW, ? menggunakan kalimat yang sangat kompleks karena
menggunakan bahasa melayu yang baku? dan Amanat roman
TKVDW, ?mengandung nilai moral yang tinggi?.
Ditinjau dari segi semiotik hasil penelitian ini memberi
gambaran bahwa simbol-simbol yang digunakan untuk menggambarkan
penokohan dan pengaluran, Hamka sering menggunakan simbol-simbol
yang dirangkai dalam kata-kata dengan warna puitis yang kuat, serta
memiliki daya asosiasi yang rumit dan dalam. Hamka menyimbolkan
kepiluan hati Zainuddin dengan Dangau, sawah, dan Halaman Luas,
padahal dalam konteks konvensional, Dangau, Sawah, dan Halaman,
sering diasosiasikan dengan perasaan damai dan sejuk sesuai dengan
suasana Dangau, Sawah, yang sejuk dengan pemandangan hijau yang
indah dan menyegarkan mata. Hal itu karena Hamka lebih cenderung
menggunakan simbol konvensional yang dihubungkan dengan latar
budaya. Itu membuktikan bahwa Hamka ingin terikat dengan simbol
konvensional.
Surat-menyurat, yang menjadi sarana membangun penokohan
(tokoh Zainuddin, Hayati dan Aziz) dan yang menjadi sarana membangun pengaluran berdasarkan hasil analisis sebagai berikut: (1) Surat-menyurat Hayati kepada Zainuddin, (2) Surat-menyurat Zainuddin kepada Hayati, (3) Surat-menyurat Hayati kepada Khadijah, (4) Surat Datuk?Datuk Garang dll. Kepada Zainuddin, (5) Surat-menyurat Aziz kepada Zainuddin, dan (6) Surat Wasiat Zainuddin.
Namun demikian Hamka lebih banyak menggunakan suratmenyurat
untuk menggambarkan penokohan Zainuddin dibandingkan
untuk penokohan Hayati, Aziz dan pengaluran.