Abstrak  Kembali
Tesis ini bertujuan untuk menilai Implementasi Sistem Informasi Treking untuk Spesimen Transport (Sitrust) tuberkulosis Di Puskesmas Kota Bekasi. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu dengan mendapatkan data secara alamiah, meliputi pengumpulan data menggunakan observasi, Round Table Discussion (RTD), wawancara berstruktur dan dokumentasi. Pemilihan sampel dengan cara purposive sampling (sampling bertujuan) untuk menentukan informan yang relevan dan paling mengetahui (ahli) dengan masalah yang diteliti untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam. Observasi pelaksanaan sitrust dan wawancara terhadap pasien terduga tuberkulosis/ terduga tuberkulosis resisten obat (RO) dilakukan pada 10 (sepuluh) Puskesmas yang terdiri dari 5 (lima) puskesmas dengan capaian tertinggi yaitu Puskesmas Bekasi Jaya, Puskesmas Pengasinan, Puskesmas Bintara, Puskesmas Kranji dan Puskesmas Jaka Mulya., dan 5 (lima) Puskesmas dengan capaian terendah yaitu Puskesmas Seroja, Puskesmas Sumur Batu, Puskesmas Jati Ranggon, Puskesmas Bojong Menteng dan puskesmas Rawa Tembaga. Wawancara juga dilakukan kepada Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) dan Pengelola Program tuberkulosis di Dinas kesehatan Kota Bekasi. Round Table Discussion (RTD), dihadiri oleh peserta dokter umum, pengelola program tuberkulosis dan petugas laboratorium 5 (lima) puskesmas dengan capaian tertinggi dan 5 (lima) Puskesmas dengan capaian terendah. RTD juga dihadiri oleh petugas laboratorium RSUD Chasbullah Abdul Majid Kota Bekasi dan petugas sitrust PT.POS Indonesia Regional Kota Bekasi. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar implementasi Sistem Informasi Treking untuk Spesimen Transport (SITRUST) tuberkulosis di Puskesmas Kota Bekasi, sebagian besar sudah sesuai Standar Operasional Prosedur, namun sebagian kecil puskesmas yang masih harus ditingkatkan dalam penggunaan alat pelindung diri (APD), penyediaan dahak yang berkualitas dan kerapihan pengemasan/packing pot dahak dalam box. Adapun kendala dan hambatan dalam implementasi sitrust ini adalah petugas laboratorium hanya satu orang sehingga bila berhalangan hadir tidak ada penggantinya dan pelaksanaan sitrust diliburkan. Alat TCM di RSUD Chasbullah Abdul Madjid hanya satu buah dengan dua modul rusak sehingga antrian pemeriksaan TCM sangat panjang akibatnya hasil TCM menjadi lama sekitar 1-2 minggu dan pengiriman sampel dibatasi hanya untuk TBC terduga RO, TBC DM, TBC HIV dan TBC anak. Bila hal ini dibiarkan alat TCM akan rusak total dan pelaksanaan sitrust akan terhambat. Diharapkan Dinas kesehatan Kota Bekasi dapat mengusulkan penambahan petugas laboratorium, penambahan alat TCM dan kegiatan sosialisasi/pelatihan tentang sitrust bagi tim DOTS TBC di puskesmas, sehingga diharapkan pelaksanaan sitrust akan berjalan optimal dan TBC dapat dieliminasi di tahun 2030.