Pemberontakan DI/TII di Aceh yang dimulai pada tahun 1953 menjadi kisah menarik dalam perjuangan mendapatkan keistimewaan otonomi daerah. Perjuangan tersebut telah dinovelisasi oleh Akmal Nasery Basral melalui novel Napoleon dari Tanah Rencong. Dari perjuangan tersebut, banyak menimbulkan konflik antartokoh. Konflik antartokoh tersebut peneliti tinjau melalui pendekatan strukturalisme genetik. Tujuannya adalah untuk menganalisis sumber konflik, jenis konflik, dan proses konflik antartokoh. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan strukturalisme genetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber konflik internal antartokoh di dalam novel adalah keterbatasan sumber daya, khususnya senjata karena minimnya relasi dan keuangan. Sumber konflik eksternal antartokoh yang terjadi dikarenakan regulasi dan kebijakan pemerintah tentang pembubaran Provinsi Aceh. Jenis konflik yang terjadi adalah konflik politik karena melibatkan kepentingan kenegaraan. Proses konflik pada pemberontakan ini terdiri dari lima tahap; latent conflict, adanya kebijakan pemerintah tentang pembubaran Provinsi Aceh dan penggabungannya dengan Provinsi Sumatera Utara; perceived conflict, pihak Aceh dan pemerintah merasakan adanya konflik setelah kebijakan tersebut diberikan; felt conflict, adanya respon dari kedua pihak namun yaitu rencana pemberontakan dan penugasan militer asli Aceh ke berbagai daerah; manifest conflict, adanya tindakan untuk memenangkan konflik yaitu perang antara TNI dengan TII; conflict aftermath, adanya perundingan untuk mencapai perdamaian dan hasilnya ketetapan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Pengarang menggambarkan konflik antartokoh dalam novel ini dari sudut pandang Hasan Saleh sehingga sikap pengarang sama seperti sikap Hasan Saleh yaitu menyetujui adanya pemberontakan kepada Republik Indonesia, mengudeta Daud Beureueh, dan mengambil jalan perdamaian dengan pemerintah pusat.
|