Latar belakang: Indonesia saat ini memasuki periode aging of population, seiring bertambahnya jumlah lansia di Indonesia, angka penyakit yang berhubungan dengan penuaan akan semakin meningkat, salah satunya adalah demensia. Demensia adalah penyakit yang menyebabkan penurunan daya ingat dan cara berpikir. Diagnosis demensia saat ini sebagian besar hanya berdasarkan pemeriksaan psikometrik berupa Mini mental state examination atau MMSE. MMSE adalah kuisioner yang digunakan untuk menilai fungsi kognitif. salah satu kelemahan MMSE adalah tingkat subjektifitas yang tinggi, sehingga dapat terjadi perbedaan hasil antar pemeriksa. Dengan fenomena tersebut dibutuhkanlah suatu pemeriksaan pendukung yang sifatnya lebih objektif salah satunya adalah dengan menggunakan pemeriksaan neurometrik berupa perekaman gelombang otak. Metode: jenis penelitian yang digunakan adalah uji kuantitatif cross sectional dengan metode analisis korelasi pearson untuk menilai korelasi antara dua variabel yang sifatnya numerik. Populasi yang diteliti adalah lansia berjumlah 63 orang yang berdomisili di Senior living Sentul Kabupaten Bogor. Pengambilan data dimulai dengan memasang elektroda pada kepala subyek, jika sinyal sudah bagus dapat dilakukan perekaman bersamaan dengan wawancara MMSE. Hasil rekaman akan dikonversi menjadi z skor dan dikorelasikan dengan hasil MMSE. Hasil: terdapat korelasi namun lemah antara MMSE dengan qEEG pada gelombang beta di titik temporal 5 dan gelombang theta di titik temporal 6. Kesimpulan: pada penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa antara MMSE dengan qEEG tidak bisa menggantikan satu sama lain karena qEEG hanya mewakili domain bahasa tidak pada semua domain yang mewakili fungsi kognitif.
|