Abstrak
Film adalah sebuah sandiwara yang menggambarkan realitas sosial yang tumbuh dan berkembang di dalam suatu masyarakat kemudian ditampilkan ke dalam layar. Dalam film terdapat pesan yang ingin disampaikan dari si pembuat film. Selain digunakan sebagai media hiburan, film juga digunakan sebagai media informasi dan edukasi untuk menambah pengetahuan dan nilai-nilai pada sebuah film. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori konstruksi realitas yang dicetuskan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann tahun 1966 yaitu peneliti menganalisis realitas tentang kurangnya pendidikan seks pada remaja yang digambarkan dalam film Dua Garis Biru sehingga merasa perlu adanya pendidikan seks yang positif untuk para remaja di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode analisis isi kualitatif yang menganalisis setiap dialog, gambar dan adegan pada film Dua Garis Biru kemudian dikaitkan dengan teori konstruksi realitas. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan design deskriptif dan teknik pengumpulan data yaitu dokumentasi, wawancara mendalam dan studi pustaka. Hasil dari penelitian ini membahas minimnya pengetahuan tentang pendidikan seks pada remaja dan ketidaksiapan remaja untuk melakukan pernikahan dini seperti yang digambarkan pada film Dua Garis Biru sebagai realitas yang terjadi di masyarakat. Selain itu situasi dan komunikasi keluarga memiliki peran terjadinya kehamilan di luar nikah. Hubungan keluarga yang harmonis biasanya memiliki komunikasi yang baik karena mereka terbiasa melakukan komunikasi secara terbuka, sebaliknya hubungan keluarga yang kurang harmonis tidak memiliki komunikasi secara terbuka sehingga jarang mendiskusikan suatu masalah. Adapun manfaat penelitian ini dapat memberikan pemahaman tentang pentingnya pendidikan seks pada remaja, agar terhindar dari pergaulan bebas, kehamilan yang tidak diinginkan dan pernikahan dini. Serta dapat menciptakan hubungan yang harmonis di dalam keluarga, sehingga komunikasi yang terjadi antara anak dan orangtua berjalan dengan baik karena keterhubungan keluarga menjadi bentuk protektif bagi anak dalam mengambil resiko hubungan seks agar terhindar dari hal-hal tersebu