Abstrak
Kehidupan di kota Jakarta mempengaruhi kehidupan remaja, pada masa ini mereka bisa melakukan hal apa saja tanpa terkecuali kehidupan negatif seperti pergaulan bebas, cenderung ingin tampil serba mewah dan sebagainya. Namun tidak bagi mereka yang melanjutkan hidup dan pendidikannya di pesantren. Mereka meninggalkan kehidupan kota untuk mempelajari ilmu agama, sikap dan perilaku mereka untuk membentuk karakter pribadi yang lebih baik. Bagaimana adaptasi budaya santri dan santriwati asal Jakarta dalam kehidupan Pondok Modern Arrisalah? Bagaimana perbandingan budaya antara santri dan santriwati asal Jakarta saat melakukan adaptasi di Pondok Modern Arrisalah? Penelitian ini menggunakan teori komunikasi lintas budaya, adaptasi budaya dan genderlect style. Keterkaitan penelitian dengan teori ialah adanya kegiatan yang dilakukan oleh santri dan santriwati, mempelajari hal-hal baru yang ada di pondok, kemudian adaptasi budaya yang ada di pondok serta perbandingan santri dan santriwati dalam adaptasi di pondok. Metodologi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode wawancara serta jenis penelitian deskriptif. Penentuan subyek penelitian dengan snowball sampling dengan mencari key person. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi nonpartisipan, wawancara mendalam dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu triangulasi data berupa teori, sumber, dan waktu. Hasil dari penelitian adalah santri dan santriwati melakukan adaptasi budaya kurva-U dalam empat tahap yakni fase optimistik, fase saat mereka sangat senang saat pertama kali masuk pondok. Fase masalah kultural masa saat mereka memiliki hambatan, kekhawatiran dan kecemasan. Fase recovery masa saat santri dan santriwati mulai mencoba untuk menghadapi hambatan tersebut. Fase penyesuaian saat mereka mulai terbiasa dan menikmati dengan segala rutinitas yang ada di pondok. Perbandingan adaptasi budaya yang dilihat yakni santri memiliki kelompok Konsulat Jakarta, dalam menyelesaikan masalah mereka melakukan sharing/berbagi kepada teman terdekat dan melakukan kegiatan pondok. Dalam interaksi keseharian pada teman yang berbeda daerah mereka mencoba untuk mengikuti gaya berkomunikasi. Sedangkan santriwati mereka berkumpul dalam Konsulat Jakarta saat pergantian pengurus, dalam menyelesaikan masalah mereka memilih untuk diam. Dalam interaksi keseharian mereka tetap menggunakan Bahasa Indonesia.