Abstrak
Iklim politik di Indonesia yang kian memanas menjelang Pilpres 2019,
karena perdebatan ?cebong? dan ?kampret? meramaikan media sosial khususnya
Instagram. Di tengah kondisi itu, parodi calon presiden dan wakil presiden
Nurhadi-Aldo muncul sebagai bentuk ekspresi dan kejenuhan publik atas
konstalasi politik. Penelitian ini mengkaji, bagaimana penerimaan kelompok
generasi millennial tentang desakralisasi politik pada akun @Nurhadi_aldo di
instagram jelang pilpres 2019.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Penelitian ini
menggunakan teori resepsi Stuart Hall yang mengasumsikan bahwa penerimaan
khalayak aktif menerima pesan berdasarkan pengalaman sehari-harinya.
Penerimaan khalayak merupakan proses encoding dan decoding yang
memperlihatkan sebuah proses bahwa pesan adalah wacana yang memiliki penuh
dengan makna. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, jenis
penelitian deskriptif dan metode penelitian analasis resepsi.
Hasil penelitian dari total 10 informan ditemukan penerimaan khalayak
millennial terhadap konten desakralisasi politik sebanyak penerimaan dominan,
menerima sebagai alternatif hiburan. Penerimaan negosiasi dengan melihat kedua
sisi dan penerimaan oposisi, menolak karena akan memperkeruh suasana. Lalu
pada penerimaan khalayak millennial terhadap konten Nurhadi-Aldo. Penerimaan
dominan, menerima sebagai literasi politik, penerimaan negosiasi dengan bersikap
selektif dalam melihat konten dan penerimaan oposisi, dengan menolak pada
konten yang menggunakan kata-kata vulgar. Sedangkan Respon khalayak
millennial terhadap konten Nurhadi-Aldo di instagram. Penerimaan dominan,
aktif memberikan interaksi melalui fitur di instagram. Penerimaan negosiasi,
dengan memberikan interaski hanya pada konten yang di minati dan penerimaan
oposisi, dengan pasif memberikan interaksi dan menjadi silent reader. Faktor
budaya, ideologi, politik dan lingkungan merupakan faktor mempengaruhi resepsi
generasi millennial tentang desakralisasi politik pada akun @Nurhadi_aldo
Untuk penelitian mendatang diharapkan mampu mengkaji fenomena
dengan menggunakan teori semiotika dan menggunakan metode analisis
semiotika. Penelitian ini memberikan masukan kepada para pembuat konten di
Instagram agar bijaksana dalam mengelola pesan bermuatan politik.