Abstrak
Perokok anak usia 13-15 tahun di Indonesia menurut Indonesia Global Youth Tobacco Survey 2006 prevalensi perokok remaja usia 13-15 tahun yang merokok sebesar 13,5%. Riskesdas 2010 mencatat jumlah perokok di Provinsi Banten sebesar 29,6% pada penduduk dengan usia > 15 tahun. Tujuan penelitian ini untuk melihat factor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada siswa di SMP N 17 Tangerang dan SMP Yuppentek 2 Tangerang. Penelitian ini menggunakan data primer yang diambil peneliti langsung dengan menggunakan kuesioner yang menggunakan desain studi cross sectional. Waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli s.d. Agustus 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa laki-laki di SMP N 17 Tangerang dan SMP Yuppentek 2 Tangerang dengan jumlah sampel sebanyak 84 siswa. Sampel dihitunng dengan menggunakan teknik Stratified Random Sampling. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat, analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi Square, serta analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian ini diperoleh siswa laki-laki di SMP N 17 Tangerang dan SMP Yuppentek 2 Tangerang yang memiliki perilaku merokok ada 33 siswa (39,1%) dari 84 responden yang ada. Hasil analisis univariat didapatkan responden yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak (55%), memiliki sikap yang positif lebih banyak (57%), memiliki orang tua merokok lebih banyak (72,6%), mendapat larangan merokok dari orang tua lebih banyak (95%), memiliki tidak tertarik melihat perilaku merokok teman lebih banyak (86%), memiliki guru tidak merokok lebih banyak (53,6%), memiliki KTR sekolah lebih banyak (94%), adanya hukuman sekolah bagi siswa merokok lebih banyak (90,5%), keterpaparan iklan rokok lebih banyak yang terpapar (63,1%), kemudahan akses lebih banyak yang sulit dalam mendapatkan rokok (58,3%), serta uang saku banyak lebih banyak (61,9%). Berdasarkan hasil uji hubungan menunjukan bahwa adanya hubungan bermakna dengan perilaku merokok siswa yaitu sikap terhadap perilaku merokok (P value 0,008), perilaku merokok guru (P value 0,011), dan kemudahan akses (P value 0,000). Serta hasil uji multivariat menunjukkan variabel yang paling paling besar pengaruhnya terhadap perilaku merokok siswa adalah kemudahan akses mendapatkan rokok dengan OR 735,400, artinya responden yang mudah dalam mendapatkan rokok memiliki 735 kali lebih banyak peluang untuk memiliki perilaku merokok dibandingkan responden yang sulit dalam mendapatkan rokok. Untuk sekolah, diharapkan terus ditingkatkan lagi dalam memberikan informasi mengenai bahaya rokok untuk lebih meningkatkan pengetahuan siswa serta pengawasan dalam menegakan peraturan kawasan tanpa rokok disekolah untuk seluruh warga sekolah. Peningkatan pegawasan terhadap perilaku merokok siswa dengan memberikan pembimbingan yang lebih intesif guna meminimalisir peningkatan jumlah perokok dikalangan siswa.