Abstrak
Seiring dengan perkembangan sektor industri, semakin meningkat pula permasalahan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja yang dihadapi. Perkembangan teknologi yang begitu pesat telah mendorong pemakaian mesin dan alat produksi dalam proses produksi yang mau tidak mau pekerja hares berhadapan dengan alat-alat kerja tersebut. Bising yang ditimbulkan dari pengunaan alat tersebut lama kelamaan dapat menyebabkan penyakit bagi pekerjanya atau yang biasa disebut Penyakit Akibat Kerja. Penelitian dilakukan di bagian Assembling sebagai bagian yang paling banyak menggunakan alat bantu kerja dan merupakan bagian yang populasi pekerja paling banyak. Dari basil penelitian yang dilakukan penulis, didapatkan data bahwa kebisingan yang paling tinggi terdapat pada stasiun numbering yang mencapai 115 dB(A). Kebisingan di bagian Assembling di pengaruhi juga oleh lingkungan fisik seperti suhu, kelembaban dan kecepatan angin. Suhu di bagian Assembling berkisar antara 36°C - 38°C, kelembaban 60% dan kecepatan angin berkisar antara 40 mldtk - 50 mldt. Pekerja di bagian Assembling, 93,9% benunur di bawah 30 tahun dan sisanya 6.1% berumur di atas 30 tahun. Masa kerja yang paling banyak di bawah 4 tahun 68,8% dan sisanya 31,2% mempunyai masa kerja di atas 4 tahun. Penelitian ini menggunakan disain studi Cross Sectional yang bersifat deskriptif, pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengukuran, dan setelah data di dapat kemudian di analisa dengan menggunakan analisa univariat. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Sound Level Meter untuk mengukur kebisingan, Phsycrometer Armab untuk mengukur tingkat kelembaban, dan Anemometer untuk mengukur kecepatan angin. Dampak kebisingan yang dirasakan pekerja (diambil sampel 10 orang dari populasi pekerja pada bagian Assembling) di dapatkan basil bahwa 40% pekerja menderita Noice Induce Hearing Lost (penyakit tuli akibat kerja) pada kedua telinga, 30% mengalami penurunan pendengaran (dugaan NTHL 45 dB pada telinga kanan) dan 30% tidak mengalami penurunan tingkat pendengaran. Alat Pelindung Telinga yang telah disediakan oleh perusahaan jarang dipakai oleh pekerja. Hasil pengamatan penulis hanya 30% dari seluruh karyawan Assembling yang menggunakan alat pelindung telinga earflug, sisanya 70% tidak menggunakan earflug dengan alasan tidak nyaman. Berdasarkan basil penelitian ini, penulis menyarankan agar PT AHM kiranya lebih series untuk melakukan program pengendalian kebisingan di tempat kerja, dalam hal ini bagian Assembling (tidak menutup kemungkinan untuk bagian lain). Program pengendalian yang dapat dilakukan antara lain koreksi teknis, pemakaian alat pelindung telinga (APT) dan pemberian sanksi-sanksi bagi karyawan yang tidak memakainya, pengurangan waktu pemaparan serta melakukan pelatihan tentang keselamatan dan kesehatan kerja khususnya mengenai kebisingan.